Religius tanpa religiositas

“Dengan pendidikan hidup menjadi bermakna. Dengan seni hidup menjadi terarah. Dengan agama hidup menjadi terarah” (H.A. Mukti Ali). 
Hidup yang terarah tentu menjadi sesuatu yang kita harapkan. Arah yang benar kepada sang pencipta. Untuk kita sungguh bersyukur memiliki agama.
Kita tentu merasa aneh jika ada seorang tidak mempercayai adanya Tuhan (atheis) di negeri ini. Khususnya di perkotaan atau daerah yang telah dijangkau agama. Agama apapun itu.  Karena Indonesia dikenal sebagai negara religius. Namun, pernahkah kita merasa aneh jika para koruptor yang ada di negeri ini adalah orang yang non atheis atau mengakui kedaulatan Tuhan. Mereka begitu giat melakukan  aktivitas agama namun mereka juga giat mengeruk uang negara. Mungkinkah agama tidak berperan lagi dalam hidup ini?


Selain negara hukum negara kita juga adalah negara yang religius. Ini ditandai dengan adanya bangunan-bangunan rumah peribadahan berbagai agama di Indonesia. Lebih jauh lagi,  Negara yang religius berarti menjunjung tinggi nilai-nilai luhur keagamaan. Nilai luhur keagamaan itu banyak hal, diantaranya kebenaran, keadilan, kesucian dan nilai nilai sakral lainnya termasuk kebersihan. Kita sering mendengar kebersihan adalah sebagian dari iman. Dengan kata lain, status keagamaan yang kita genggam, erat dengan kebersihan. Bersih secara lahiriah maupun batiniah.
© http://www.sodahead.com
Negara yang religius seharusnnya menjadi negara yang bersih. Bersih dari kriminal, ketidakadilan dan segala perbuatan yang dilarang oleh agama. Sebab kita yakin agama selalu mengajarkan perbuatan yang benar. Agama apa pun itu. Sudahkah kita menemukan ini di Indonesia?

Para koruptor di Indonesia merupakan orang yang beragama. Mereka dekat dengan agama. Barangkali sejak kecil mereka sudah diperkenalkan dengan agama dan tidak sedikit mereka yang aktif di kegiatan-kegiatan keagamaan bahkan memiliki gelar keagamaan. Tapi, mereka terus memanen ladang korupsi.

Ironis sekali ketika kita tahu bahwa Indonesia adalah salah satu negara terkorup di dunia. Kenapa tidak? Kita negara yang religius tapi juga salah satu negara terkorup. Setiap harinya kita selalu mendengar tentang kasus korupsi. Korupsi disana-sini. Dari pejabat rendah sampai pejabat teras, pemerintah daerah sampai pemerintah pusat. Cepat sekali perkembangannya, ibarat jamur di musim hujan.

Hal ini berbeda sekali dengan yang terjadi di Swiss. Mereka bukanlah warga yang begitu giat dalam hal keagamaan. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang atheis. Namun, negara ini dikenal sebagai negara yang bersih dari korupsi. Di Indonesia, kita erat sekali dengan aktivitas-aktivitas keagamaan. Di setiap mesjid mudah menemukan orang melaksankan ibadah. Digereja kita juga kegiatan ibadah yang tidak rutin tiap minggu. Demikian halnya juga di agama yang lain. Mesjid dibangun dimana-mana. Tidak sedikit gereja dibangun menjulang tinggi. Kuil dan vihara melengkapi kepadatan bangunan-bangunan besar. Tapi, kita mau melihat apakah status keagamaan yang kental di Indonesia menunjukkan identitas bangsa yang anti terhadap korupsi.
Bercermin dari keadaan ini, kita tentu sadar dan membuka diri sejauh mana kita mempraktekkan perintah-perintah agama didalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Khususnya dalam korupsi. Korupsi bukan saja melanggar hukum dunia tetapi juga melanggar hukum dari Yang Maha Kuasa. Saya yakin di agama manapun tidak ada yang membenarkan tindakan korupsi.
Dalam hal ini, saya tentu tidak berniat memburuk-burukkan agama, apalagi meyalahkannya. Namun, esensi agama itu perlu dipertanyakan. Apakah sebenarnya menjadi peran agama di dunia ini. Apakah agama hanya mengajari kita rutin menjalankan ibadah kita tanpa memperjuangkan kebersihan dalam hal korupsi di negeri ini. Mungkin perlu pendalaman lebih jauh tentang esensi agama yang kita anut. Pengkajian nilai-nilai kebenaran, kesucian dan kebersihan hati dan diri kita yang lebih mendalam. Sehingga kita tidak terjebak dengan situasi sebatas rutinitas agama.  Saya fikir, warga Indonesia tidak harus menjadi orang atheis untuk menjadi negara bersih. Justru itu akan sangat memalukan dan memperburuk kondisi. Namun, jika kondisi negara ini tetap demikian, kita sudah perlu menghapus kolom agama di KTP kita.

Menjadi negara yang bersih dari korupsi tentu menjadi impian setiap negara.Demikian halnyadi Indonesia. Berbagai usaha dilakukan. Perjuangan  KPK, partisipasi ICW dan pengadilan Tipikor. Lembaga ini terus berjuang untuk membersihkan negara ini dari penjajah masa kini(baca: Koruptor) dan sebagai warga yang mengaku beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita harus terus mendukung gerakan ini lewat doa-doa kita dan peran aktif kita.


Saya yakin  dengan hati yang bersih akan menghasilkan pemerintahan yang bersih. Hati yang bersih dan motivasi yang benar akan menjadi akar yang kuat berdirinya suatu negara yang bersih. Demikian halnya jika kita sungguh-sungguh menjalankan ibadah,  pasti akan memiliki hati yang bersih untuk berbuat sesuatu bagi bangsa kita. Sehingga, kita bisa bermakna bagi terwujudnya negara bersih beralaskan negara yang religius. Semoga.
Share on Google Plus

About Enricho Purba

Hi, I'm Enricho. A beginner writer with a passion. Writing and reading is an life investment. Enjoy your reading.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar